Liche merebut sukses berkat resep ibu
Resep dari sang ibu mengantarkan Liche Lidiawati sukses jadi juragan kue kering Yorya Premium Cookies.
Marantina Napitu
Dulu, menjadi pengusaha tak pernah sekalipun terlintas di benak Liche
Lidiawati. Selepas SMA, dia memilih kuliah di Fakultas Kedokteran Gigi,
Universitas Pa-djadjaran. Namun, siapa sangka, kini Liche muncul
sebagai pengusaha kue kering yang sukses mengantongi omzet miliaran
rupiah saban tahun.
Bakat memasak sudah terlihat pada diri Liche sejak duduk di bangku
SMA. Memiliki ibu yang hobi memasak, secara tak sengaja menumbuhkan
kecintaan Liche pada dunia masak-memasak. Lantas, sejak punya anak,
Liche makin sering terjun di dapur, terutama untuk membuat kue kering.
“Awalnya saya hanya mengkreasikan makanan yang disukai anak-anak menjadi
kue kering, seperti sereal coco crunch,” kisah perempuan yang 30 tahun
menjadi dokter gigi di Pertamina ini.
Liche pun mengisahkan, dulu kue kering dibuat berdasarkan resep milik
sang ibu. Ia sama sekali tak pernah ikut les membuat kue karena
menurutnya resep dari ibunya sudah cukup.
Ternyata, penggemar kue kering bikinan Liche tak terbatas ketiga
orang putranya saja, karena banyak teman kantornya juga menyukai kue
buatan Liche. Lantas, sejak 1996, Liche mulai menjual kue kering secara
terbatas dengan harga Rp 5.000 per stoples.
Setiap hari sepulang kerja, mulai pukul 18.00 hingga 01.00, Liche
membuat kue pesanan teman-temannya. Ketika pesanan bertambah banyak, dia
melibatkan tiga orang asisten rumahtangga (ART)-nya.
Lantaran rasa yang enak dan gurih, kue kering buatan Liche semakin
laku. Order kue kering pun membeludak. Padahal ia mengaku tidak pernah
menawarkan kue kering pada orang-orang. Justru konsumen yang rajin
merekomendasikan kue Liche pada orang-orang.
Ketika krisis moneter melambungkan harga bahan baku kue, Liche sempat
berpikir untuk mengerem laju usahanya dan dia mengurangi produksi.
Tapi, di luar dugaan, banyak konsumen yang justru mencari kue kering
buatannya untuk Lebaran, meski harganya naik. Dari situlah, Liche
menyadari tingginya kebutuhan kue kering di saat hari raya.
Tak mau melewatkan kesempatan, Liche menambah karyawannya menjadi 10
orang. Dia juga membeli rumah persis di samping rumahnya, untuk
memperluas tempat produksi.
Tahun 2000-an, Liche mulai menerapkan sistem keagenan. “Pesanan
selalu banyak, tapi karena ini bisnis hobi, saya tidak terlalu
memusingkan manajemen,” kata perempuan kelahiran Jakarta, 29 April 1955
ini. Saat itu, agen kue Liche hanyalah orang-orang yang ia kenal di
tempat kerja.
Makin serius menekuni bisnisnya, Liche pun terus menambah varian kue
kering. Beragam bahan baku seperti buah-buahan, kacang hijau, cokelat ia
racik menjadi varian baru kue kering. Liche mengaku, kakak iparnya,
yang juga pembuat kue, kerap memberi masukan untuk resep dan ide kue
baru.
Semakin besar bisnis, jumlah karyawan Liche terus bertambah. Begitu
juga dengan kapasitas produksinya. Pada 2002, dia mendirikan pabrik
seluas 600 m² untuk menampung sekitar 80 orang karyawan. Tak
tanggung-tanggung, Liche membenamkan investasi hingga Rp 1 miliar, di
antaranya untuk membeli tiga buah oven.
Manajemen rapi
Setelah delapan tahun bergelut di usaha kue kering, barulah Liche membubuhi merek kue buatannya. Ia memilih Yorya yang merupakan singkatan dari nama ketiga anaknya, Adya Kemara, Ryan Narendra, dan Yodha Prasta Pradana. Pada 2009, nama itu baru dipatenkan sebagai merek usaha.
Liche mengakui usaha kue kering merupakan usaha mu-siman karena orang tidak membeli kue jenis ini setiap hari. Puncak penjualan baru tiba saat Lebaran dan Natal. Tetapi Liche meyakini kue kering pasti jadi kebutuhan selama hari raya. “Orang yang tidak punya uang pun bela-belain membeli kue kering,” tuturnya. Terbukti, pesanan kue kering Yorya selalu naik sekitar 15% setiap tahun.
Untuk itu, pada bulan-bulan biasa, Liche hanya bisa menjual 50 lusin stoples kue kering. Akan tetapi, saat Lebaran tiba, pesanan melonjak hingga 9.000 lusin kue selama sebulan. Kemudian, pada saat Natal, pesanan kue sekitar 2.000 lusin.
Untuk menyambut Lebaran mendatang, misalnya, Liche mulai memproduksi kue akhir Februari. Ia menargetkan penjualan kue kering Yorya mencapai 11.000 lusin. Dari usaha ini, Liche bisa mendapat omzet sekitar Rp 4 miliar saban tahun.
Namun, kini Liche tak sendirian. Selama empat tahun terakhir, anak keduanya, Ryan, membantunya dalam bidang pemasaran. Meskipun masih menempuh studi di Australia, sang anak membuatkan website Yorya Cookies. Ryan jugalah yang mengubah sistem keagenan Yorya.
Saat ini, jika ada orang yang tertarik menjadi agen Yorya, bisa memilih dari tiga paket keagenan yang tersedia, yaitu silver, gold, dan platinum. Sebelumnya, jika ingin jadi agen kue Yorya, Liche tidak mengajukan syarat-syarat tertentu.
Sejak ada situs tersebut, agen kue Yorya meluas dari Aceh hingga Papua. Jumlahnya saat ini sekitar 200 orang agen. Harga jual kue Yorya untuk agen berkisar Rp 47.500–Rp 52.500 per stoples.
Adapun harga jual untuk ritel seharga Rp 70.000–Rp 75.000 per stoples.
Liche menambahkan, sekarang persaingan usaha kue kering sangat ketat, jika dibandingkan saat ia merintis Yorya. Kondisi ini menantangnya untuk terus berkreasi dengan model-model baru. Sejauh ini, setidaknya 100 varian kue sudah tercipta dari tangan dinginnya.
Namun, kompetisi ini juga membuatnya rela menurunkan margin keuntungan. Kalau dulu, Liche bisa meraup margin laba hingga 125%. Sekarang, dari usaha kue kering, Liche mendapat margin keuntungan sekitar 40%. “Margin berkurang tidak apa-apa, karena sekarang pasar kue kering sudah sangat luas,” kata dia.
Sumber : http://peluangusaha.kontan.co.id/news/liche-merebut-sukses-berkat-resep-ibu/2014/08/11