Posted by DKT EKONOMI on Thursday, July 31, 2014
dikutip dari JPNN.com JAKARTA - Pemerintah
sudah berjanji untuk tidak mengutak-atik harga bahan bakar minyak (BBM)
subsidi tahun ini. Pemerintah juga berjanji menyerahkan kebijakan
subsidi BBM dalam APBN 2015 pada pemerintahan yang baru terpilih.
Namun, Menteri Keuangan Chatib Basri menawarkan skema kebijakan subsidi
BBM untuk pemerintah mendatang. Salah satunya adalah skema subsidi
tetap.
"Kalau bisa dijalankan di awal 2015, ini bisa menghemat subsidi hingga Rp 200 triliun," ujarnya kemarin (23/7).
Misalnya, pemerintah mematok subsidi Rp 3.000 per liter. Jika harga
keekonomian premium Rp 10.000, bensin bersubsidi yang dijual ke
masyarakat Rp 7.000 per liter. Namun, jika harga keekonomian naik
menjadi Rp 11.000 per liter, harga jual premium bersubsidi Rp 8.000 per
liter.
Demikian pula jika harga keekonomian turun menjadi Rp 9.000 per liter, harga jual premium bersubsidi Rp 6.000.
Saat ini, dengan harga keekonomian premium Rp 11.000 per liter dan harga
di SPBU Rp 6.500, pemerintah memberikan subsidi Rp 4.500 per liter.
Karena itu, penerapan skema subsidi tetap berpotensi mendorong
pemerintah menaikkan harga BBM. "Tentu harus dipilih waktu yang tepat,"
katanya.
Jika pemerintahan baru pada Oktober 2014 menaikkan harga BBM subsidi
sekitar 40 persen dari harga sekarang, penghematan anggaran bisa Rp 40
triliun dalam periode tiga bulan.
"Memang akan ada tambahan inflasi 4,2
persen. Tapi, dampaknya (pada kemiskinan) bisa dimitigasi dengan
penghematan yang didapat," ucapnya.
Tawaran skema kebijakan subsidi juga diberikan Badan Perencanaan
Pembangunan Nasional (Bappenas). Direktur Divisi Energi, Sumber Daya
Mineral, dan Pertambangan Bappenas Monty Girianna mengatakan, Bappenas
sudah mengkaji dua opsi kebijakan subsidi untuk pemerintah mendatang.
"Pertama, skema subsidi tetap. Kedua, kenaikan harga bertahap," ujarnya.
Menurut Monty, opsi subsidi tetap atau harga BBM fluktuatif kini
dimatangkan berbagai pihak. Mulai Bappenas, Dewan Energi Nasional (DEN),
hingga Kementerian Keuangan.
Namun, dia mengakui opsi itu kurang
tepat diaplikasikan ketika volatilitas harga minyak tinggi. "Sebab,
harga jual BBM subsidi akan fluktuatif," katanya.
Bagaimana opsi kedua? Monty menyebut, opsi itu lebih sederhana. Yakni,
dengan menaikkan harga BBM bersubsidi secara bertahap setiap enam bulan.
Misalnya, naik Rp 500 atau Rp 1.000 setiap enam bulan.
"Jadi dalam periode tertentu, harga BBM di masyarakat mencapai harga keekonomian tanpa subsidi," ucapnya.
Menurut Monty, hasil kajian dua opsi tersebut akan diselesaikan
pemerintah periode ini agar bisa diberikan sebagai rekomendasi untuk
presiden mendatang. Sebab, siapa pun yang memimpin Indonesia ke depan
akan berhadapan dengan risiko membengkaknya subsidi BBM jika tidak ada
reformasi subsidi. "Opsi mana yang dipilih, itu terserah presiden yang
baru," katanya.
Sekretaris BPH Migas Umi Asngadah mengatakan, pihaknya ingin mengusulkan
adanya larangan bagi mobil pribadi dan kapal. Hal tersebut diakui untuk
melanjutkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 2013 tentang Pengendalian
BBM. Dalam regulasi itu, pemerintah sudah melarang kendaraan dinas,
kendaraan usaha perkebunan, pertambangan, dan kehutanan.
"Karena sudah dicoba pada kendaraan dinas dan kendaraan usaha, sudah
saatnya diterapkan pada mobil pribadi. Selain itu, kapal di atas 60 DWT
(dead weight ton)," ujarnya di Bekasi kemarin (23/7).
Sumber http://www.jpnn.com/read